PAGI yang menyenangkan di kawasan Parung, Bogor. Sambil menyeruput secangkir kopi, kami menunggu Pasha (32) dan Adelia Wilhelmina (22) serta buah hati mereka, Dewa Hikari Zaidan Ibrahim, yang baru lahir 22 Desember lalu. Kebahagiaan masih menyelimuti rumah bernuansa kemerahan itu.
Vokalis Ungu ini menyambut kami ramah. Ia sempat bercerita, tadinya ia urung melakukan pemotretan bersama bayi dan istrinya. Beberapa media sudah meminta, namun ia masih mengulur, lantaran kondisi Adelia belum benar-benar fit. Ternyata apa yang dikatakan orang-orang, kalau operasi caesar itu lebih panjang masa pemulihannya, benar adanya.
Tetapi Rabu (18/1) pagi, Pasha akhirnya meluangkan waktu, walau tak bisa lama-lama, mengingat kondisi Adel belum memungkinkan.
“Jahitannya belum kering. Jadi dia belum bisa turun tangga. Jalan masih agak susah, harus pelan-pelan. Jadi nanti foto-fotonya di atas saja ya, sambil duduk,” bilang Pasha.
Bersama Adel, Pasha benar-benar menunjukkan sikap penuh perhatian dan protektif. Jika dulu banyak yang bilang Pasha temperamental, sejak menikahi Adel 27 Maret 2011 lalu, sikapnya jauh dari kata temperamental. Ia terlihat lebih ceria, tenang, terbuka, dan kebapakan. Menikahi Adel adalah sebuah anugerah.
“Dia itu paket lengkap,” ujarnya. Kehadiran Dewa, bahkan menambah kekuatan cinta mereka. Inilah cerita tentang hari-hari Pasha bersama Adel dan putranya yang keempat, Dewa.
Jelang Persalinan, Adel Tak Lepas dari Pelukan Pasha
Dewa, anak yang keempat bagi Pasha. Namun untuk Adel, kelahiran Dewa menjadi pengalaman pertama sekaligus paling berarti. Sebulan sebelum proses persalinan, pasangan pengantin baru ini sudah menyiapkan mental untuk proses kelahiran secara caesar.
“Saat terakhir cek, dokternya mengatakan ada lilitan. Awalnya saya tetap mencoba, kalau bisa tetap melahirkan normal. Karena lilitan itu belum tentu terlilit begini (sambil menunjukkan kondisi terlilit di lehernya-red). Bisa saja cuma setengah, terus balik lagi. Cuma itu kan kemungkinan. Untuk menghindari risiko, akhirnya kami putuskan untuk caesar,” cerita Pasha.
Namanya menantikan anak pertama, Adel juga ada rasa tidak sabar, ingin rasanya segera melihat seperti apa rupa buah hatinya. Demikian Pasha, juga tak sabar menanti kehadiran si buah hati. Setelah dipikir-pikir, kalau memang harus lahir secara caesar, buat apa menunggu lama-lama hingga jadwal kelahiran yang jatuh pada 28 Januari 2012.
“Setelah kami konsultasi, kata dokter umurnya (bayi dalam kandungan-red) juga sudah matang. Sudah cukup bulan. Ya sudah kami pilih tanggal yang paling cepat saja. Kebetulan, di hari itu (22/12) jadwal saya kosong. Kebetulan juga itu hari ibu. Jadi enggak sengaja lahir di hari ibu. Kalau bisa memilih sih, saya maunya lahir di hari ayah, hahaha,” seloroh Pasha.
Masuk rumah sakit 21 Desember, malam harinya Adel langsung diobservasi. Pasha sempat meninggalkan Adel sejenak, karena sore harinya ia masih harus manggung bersama Ungu. Begitu selesai melakukan kewajibannya, buru-buru ia ke Rumah Sakit Pondok Indah, kembali ke sisi Adel.
“Ternyata begitu saya sampai rumah sakit, dia belum tidur. Terus dia bilang kepada saya, dia takut. Mungkin agak nervous ya. Apalagi ini kan yang pertama untuk dia. Pasti sesuatu yang luar biasa.” Ketakutan itu tidak sekadar ucapan. Tengah malam, Pasha dapat merasakan bagaimana tubuh Adel gemetar.
“Malam itu saya enggak bisa tidur benaran. Kami berpelukan hingga jam setengah lima subuh. Mungkin itu lebih menguatkan dia,” ungkap Pasha.
“Aku takut”. Hanya satu kalimat itu yang terucap menjelang persalinan. Adel tak banyak bicara, mungkin juga karena perutnya kosong. Sehari sebelum persalinan ia harus menjalani puasa 12 jam. “Sambil memeluk dia, saya kuatkan, saya bilang bahwa dia harus berani. Habis mau bagaimana lagi? Ini kan sudah pilihan bersama.”
Semua berjalan dengan cepat dan penuh kemudahan. Pukul 06.30 WIB, Adel sudah berada di ruang persalinan. Pukul 07.00 proses persalinan dimulai. Setengah jam kemudian, Pasha sudah mendengar tangisan pertama Dewa Hikari Zaidan Ibrahim.
“Luar biasa. Enggak usah digambarkan lagi dengan kata-kata. Begitu bertemu saya, Dewa sudah bersih. Sudah pakai baju. Laki-laki. Kayaknya gue banget, nih,” ujar Pasha menggambarkan perasaannya saat itu.
Bayi dengan bobot 3,365 kg dan panjang 49 cm ini memiliki makna nama yang indah. Dewa merepresentasikan gambaran laki-laki. Hikari diambil dari bahasa Jepang yang artinya cahaya dari langit. Mengapa diambil dari bahasa Jepang? Ini berkaitan dengan profesi Adel terdahulu sebagai pramugari. “Adel saat jadi pramugari, terbangnya ke Jepang, Korea, Belanda. Tadinya mau cari nama Korea, tapi nama Korea kok susah-susah ya. Zaidan artinya pemberian. Itu Adel yang memilih sendiri. Sementara Ibrahim, nama ini datang last minute, menggambarkan Adel. Maksud saya, dia kuat,” bilang Pasha.
Memandikan, Mengganti Popok, dan Begadang
Tak terasa, sudah sebulan Dewa menikmati hari-hari bersama ayah dan ibunya. Ia tumbuh semakin bugar dan sehat.
“Mommy-nya yang staminanya masih lemah. Apalagi ditambah kurang tidur. Namanya anak masih sebulan, setiap 15-30 menit bangun untuk menyusui. Nah, 2-3 hari belakangan Dewa sudah mulai melek lebih lama. Kebanyakan malam hari lagi meleknya, biasanya jam 1 sampai jam 5 pagi. Main-main saja. Jadi kami harus menemani dia sampai jam 5 subuh, begadang. Mau pulang jam berapa juga, saya pasti standby menjaga dia. Kasihan kalau Adel masih harus melek juga sampai subuh,” beber Pasha.
Kadang, ia ketiduran. Biar bagaimana pun namanya lelah tak bisa dibohongi. Tapi sebagai orangtua, pasti cepat terjaga.
“Adel juga begitu. Pasti dia terbangun, walau masih sakit. Tapi dia kuat banget untuk wanita seusianya. Bagus. Saya salut sama dia, dia hebat,” aku Pasha.
Maunya Adel, dia total mengurus Dewa. Pasha sering mengingatkan, kalau niat dan keinginannya itu memang baik, tapi dia harus memperhatikan kondisi juga.
“Kamu harus pulih, harus fit,” begitu bilang Pasha kepada Adel.
“Masa belum boleh jongkok, mau memaksakan diri memandikan Dewa? Janganlah. Jadi saya yang langsung mengambil alih. Saya ikut memandikan Dewa. Begadang menjaga dia, ikut menggantikan popok,” sambungnya.
Istri dan Ibu yang Sempurna
Seandainya manusia boleh dibilang sempurna, Pasha menggambarkan sosok sempurna itu ada dalam diri Adel. Keputusannya memilih Adel sebagai pendamping hidup dan ibu dari anaknya, menjadi sebuah anugerah. Usianya boleh belia, namun menurut Pasha, tanggung jawabnya sebagai istri dan seorang ibu benar-benar 100 persen oke!
“Kadang menurut saya malah terlalu oke. Dengan kondisinya yang masih sakit, dia malah suka menyuruh saya tidur duluan. Padahal saya tahu dia juga lagi capek banget. Ini pengalaman pertamanya, tapi dia bisa semuanya. Bisa memandikan, bisa mendandani Dewa, bisa menggendong, bisa menenangkan kalau Dewa menangis,” ujar Pasha bangga. Bagi Adel, tidak ada masa baby blue syndrome.
“Kok kamu luwes banget sih?” suatu kali Pasha bertanya.
“Katanya waktu masih SMP, dia suka menjaga keponakan. Jadi momong bayi sudah bukan hal baru bagi dia. Dia justru senang melakukan itu semua. Dia sangat keibuan. Kemarin saya tinggal 9 hari ke luar kota karena menyanyi, dia juga baik-baik saja. Enggak mengeluh, enggak pernah meminta saya pulang cepat,” lanjut Pasha. Coba kalau ibu-ibu muda lain seusia Adel, mungkin sudah manja, meminta suaminya buru-buru pulang. Justru Adel memberi support agar suaminya memprioritaskan diri membereskan pekerjaan.
“Ya, memang dia paket lengkap. Semua ada pada dirinya,” puji Pasha. Dengan ketiga anak Pasha dari pernikahan sebelumnya, Kisya Alvaro Putra Sigit, Shakinah Azalea Napasha, dan Nasha Anaya Putri Valentina Pasha, Adel juga menunjukkan kasih sayang yang besar. Sayangnya, mereka belum sempat bertemu adik kecilnya. “Baru Shakinah saja yang menengok. Belum sempat bertemu, tapi mereka sudah tahu,” bilang Pasha.
Waktu dan jarak memang sering menjadi kendala. Bahkan Pasha sendiri, kadang jarang bertemu Dewa kalau sudah dipenuhi jadwal menyanyi. “Kalau lagi menyanyi di mana-mana, pasti kan keluar rumah terus. Otomatis pertemuan saya dengan Dewa jadi kurang. Padahal justru sekarang ini lagi lucu-lucunya, penginnya melihat, main dengan Dewa terus. Tapi namanya pekerjaan.... Dari zaman Kisya (anak sulung Pasha dari Okkie Agustina-red) memang begini. Jadi sudah biasa. Anak-anak jarang ketemu bapaknya, sudah biasa,” tegas Pasha.
Jika ingin bertemu justru tidak bisa di akhir pekan. “Makanya kalau kumpul dengan anak-anak di hari biasa. Main di timezone (pusat hiburan keluarga-red). Kalau sekarang, ada baby, mungkin main di rumah saja.” Rumah semakin ramai, Adel pun semakin senang. Pada dasarnya, ia sangat menyukai anak-anak. Sayang, pagi itu Adel tak bisa ikut berbagi cerita secara langsung, demi menjaga kondisi. Cepat sembuh ya, Adel!
Vokalis Ungu ini menyambut kami ramah. Ia sempat bercerita, tadinya ia urung melakukan pemotretan bersama bayi dan istrinya. Beberapa media sudah meminta, namun ia masih mengulur, lantaran kondisi Adelia belum benar-benar fit. Ternyata apa yang dikatakan orang-orang, kalau operasi caesar itu lebih panjang masa pemulihannya, benar adanya.
Tetapi Rabu (18/1) pagi, Pasha akhirnya meluangkan waktu, walau tak bisa lama-lama, mengingat kondisi Adel belum memungkinkan.
“Jahitannya belum kering. Jadi dia belum bisa turun tangga. Jalan masih agak susah, harus pelan-pelan. Jadi nanti foto-fotonya di atas saja ya, sambil duduk,” bilang Pasha.
Bersama Adel, Pasha benar-benar menunjukkan sikap penuh perhatian dan protektif. Jika dulu banyak yang bilang Pasha temperamental, sejak menikahi Adel 27 Maret 2011 lalu, sikapnya jauh dari kata temperamental. Ia terlihat lebih ceria, tenang, terbuka, dan kebapakan. Menikahi Adel adalah sebuah anugerah.
“Dia itu paket lengkap,” ujarnya. Kehadiran Dewa, bahkan menambah kekuatan cinta mereka. Inilah cerita tentang hari-hari Pasha bersama Adel dan putranya yang keempat, Dewa.
Jelang Persalinan, Adel Tak Lepas dari Pelukan Pasha
Dewa, anak yang keempat bagi Pasha. Namun untuk Adel, kelahiran Dewa menjadi pengalaman pertama sekaligus paling berarti. Sebulan sebelum proses persalinan, pasangan pengantin baru ini sudah menyiapkan mental untuk proses kelahiran secara caesar.
“Saat terakhir cek, dokternya mengatakan ada lilitan. Awalnya saya tetap mencoba, kalau bisa tetap melahirkan normal. Karena lilitan itu belum tentu terlilit begini (sambil menunjukkan kondisi terlilit di lehernya-red). Bisa saja cuma setengah, terus balik lagi. Cuma itu kan kemungkinan. Untuk menghindari risiko, akhirnya kami putuskan untuk caesar,” cerita Pasha.
Namanya menantikan anak pertama, Adel juga ada rasa tidak sabar, ingin rasanya segera melihat seperti apa rupa buah hatinya. Demikian Pasha, juga tak sabar menanti kehadiran si buah hati. Setelah dipikir-pikir, kalau memang harus lahir secara caesar, buat apa menunggu lama-lama hingga jadwal kelahiran yang jatuh pada 28 Januari 2012.
“Setelah kami konsultasi, kata dokter umurnya (bayi dalam kandungan-red) juga sudah matang. Sudah cukup bulan. Ya sudah kami pilih tanggal yang paling cepat saja. Kebetulan, di hari itu (22/12) jadwal saya kosong. Kebetulan juga itu hari ibu. Jadi enggak sengaja lahir di hari ibu. Kalau bisa memilih sih, saya maunya lahir di hari ayah, hahaha,” seloroh Pasha.
Masuk rumah sakit 21 Desember, malam harinya Adel langsung diobservasi. Pasha sempat meninggalkan Adel sejenak, karena sore harinya ia masih harus manggung bersama Ungu. Begitu selesai melakukan kewajibannya, buru-buru ia ke Rumah Sakit Pondok Indah, kembali ke sisi Adel.
“Ternyata begitu saya sampai rumah sakit, dia belum tidur. Terus dia bilang kepada saya, dia takut. Mungkin agak nervous ya. Apalagi ini kan yang pertama untuk dia. Pasti sesuatu yang luar biasa.” Ketakutan itu tidak sekadar ucapan. Tengah malam, Pasha dapat merasakan bagaimana tubuh Adel gemetar.
“Malam itu saya enggak bisa tidur benaran. Kami berpelukan hingga jam setengah lima subuh. Mungkin itu lebih menguatkan dia,” ungkap Pasha.
“Aku takut”. Hanya satu kalimat itu yang terucap menjelang persalinan. Adel tak banyak bicara, mungkin juga karena perutnya kosong. Sehari sebelum persalinan ia harus menjalani puasa 12 jam. “Sambil memeluk dia, saya kuatkan, saya bilang bahwa dia harus berani. Habis mau bagaimana lagi? Ini kan sudah pilihan bersama.”
Semua berjalan dengan cepat dan penuh kemudahan. Pukul 06.30 WIB, Adel sudah berada di ruang persalinan. Pukul 07.00 proses persalinan dimulai. Setengah jam kemudian, Pasha sudah mendengar tangisan pertama Dewa Hikari Zaidan Ibrahim.
“Luar biasa. Enggak usah digambarkan lagi dengan kata-kata. Begitu bertemu saya, Dewa sudah bersih. Sudah pakai baju. Laki-laki. Kayaknya gue banget, nih,” ujar Pasha menggambarkan perasaannya saat itu.
Bayi dengan bobot 3,365 kg dan panjang 49 cm ini memiliki makna nama yang indah. Dewa merepresentasikan gambaran laki-laki. Hikari diambil dari bahasa Jepang yang artinya cahaya dari langit. Mengapa diambil dari bahasa Jepang? Ini berkaitan dengan profesi Adel terdahulu sebagai pramugari. “Adel saat jadi pramugari, terbangnya ke Jepang, Korea, Belanda. Tadinya mau cari nama Korea, tapi nama Korea kok susah-susah ya. Zaidan artinya pemberian. Itu Adel yang memilih sendiri. Sementara Ibrahim, nama ini datang last minute, menggambarkan Adel. Maksud saya, dia kuat,” bilang Pasha.
Memandikan, Mengganti Popok, dan Begadang
Tak terasa, sudah sebulan Dewa menikmati hari-hari bersama ayah dan ibunya. Ia tumbuh semakin bugar dan sehat.
“Mommy-nya yang staminanya masih lemah. Apalagi ditambah kurang tidur. Namanya anak masih sebulan, setiap 15-30 menit bangun untuk menyusui. Nah, 2-3 hari belakangan Dewa sudah mulai melek lebih lama. Kebanyakan malam hari lagi meleknya, biasanya jam 1 sampai jam 5 pagi. Main-main saja. Jadi kami harus menemani dia sampai jam 5 subuh, begadang. Mau pulang jam berapa juga, saya pasti standby menjaga dia. Kasihan kalau Adel masih harus melek juga sampai subuh,” beber Pasha.
Kadang, ia ketiduran. Biar bagaimana pun namanya lelah tak bisa dibohongi. Tapi sebagai orangtua, pasti cepat terjaga.
“Adel juga begitu. Pasti dia terbangun, walau masih sakit. Tapi dia kuat banget untuk wanita seusianya. Bagus. Saya salut sama dia, dia hebat,” aku Pasha.
Maunya Adel, dia total mengurus Dewa. Pasha sering mengingatkan, kalau niat dan keinginannya itu memang baik, tapi dia harus memperhatikan kondisi juga.
“Kamu harus pulih, harus fit,” begitu bilang Pasha kepada Adel.
“Masa belum boleh jongkok, mau memaksakan diri memandikan Dewa? Janganlah. Jadi saya yang langsung mengambil alih. Saya ikut memandikan Dewa. Begadang menjaga dia, ikut menggantikan popok,” sambungnya.
Istri dan Ibu yang Sempurna
Seandainya manusia boleh dibilang sempurna, Pasha menggambarkan sosok sempurna itu ada dalam diri Adel. Keputusannya memilih Adel sebagai pendamping hidup dan ibu dari anaknya, menjadi sebuah anugerah. Usianya boleh belia, namun menurut Pasha, tanggung jawabnya sebagai istri dan seorang ibu benar-benar 100 persen oke!
“Kadang menurut saya malah terlalu oke. Dengan kondisinya yang masih sakit, dia malah suka menyuruh saya tidur duluan. Padahal saya tahu dia juga lagi capek banget. Ini pengalaman pertamanya, tapi dia bisa semuanya. Bisa memandikan, bisa mendandani Dewa, bisa menggendong, bisa menenangkan kalau Dewa menangis,” ujar Pasha bangga. Bagi Adel, tidak ada masa baby blue syndrome.
“Kok kamu luwes banget sih?” suatu kali Pasha bertanya.
“Katanya waktu masih SMP, dia suka menjaga keponakan. Jadi momong bayi sudah bukan hal baru bagi dia. Dia justru senang melakukan itu semua. Dia sangat keibuan. Kemarin saya tinggal 9 hari ke luar kota karena menyanyi, dia juga baik-baik saja. Enggak mengeluh, enggak pernah meminta saya pulang cepat,” lanjut Pasha. Coba kalau ibu-ibu muda lain seusia Adel, mungkin sudah manja, meminta suaminya buru-buru pulang. Justru Adel memberi support agar suaminya memprioritaskan diri membereskan pekerjaan.
“Ya, memang dia paket lengkap. Semua ada pada dirinya,” puji Pasha. Dengan ketiga anak Pasha dari pernikahan sebelumnya, Kisya Alvaro Putra Sigit, Shakinah Azalea Napasha, dan Nasha Anaya Putri Valentina Pasha, Adel juga menunjukkan kasih sayang yang besar. Sayangnya, mereka belum sempat bertemu adik kecilnya. “Baru Shakinah saja yang menengok. Belum sempat bertemu, tapi mereka sudah tahu,” bilang Pasha.
Waktu dan jarak memang sering menjadi kendala. Bahkan Pasha sendiri, kadang jarang bertemu Dewa kalau sudah dipenuhi jadwal menyanyi. “Kalau lagi menyanyi di mana-mana, pasti kan keluar rumah terus. Otomatis pertemuan saya dengan Dewa jadi kurang. Padahal justru sekarang ini lagi lucu-lucunya, penginnya melihat, main dengan Dewa terus. Tapi namanya pekerjaan.... Dari zaman Kisya (anak sulung Pasha dari Okkie Agustina-red) memang begini. Jadi sudah biasa. Anak-anak jarang ketemu bapaknya, sudah biasa,” tegas Pasha.
Jika ingin bertemu justru tidak bisa di akhir pekan. “Makanya kalau kumpul dengan anak-anak di hari biasa. Main di timezone (pusat hiburan keluarga-red). Kalau sekarang, ada baby, mungkin main di rumah saja.” Rumah semakin ramai, Adel pun semakin senang. Pada dasarnya, ia sangat menyukai anak-anak. Sayang, pagi itu Adel tak bisa ikut berbagi cerita secara langsung, demi menjaga kondisi. Cepat sembuh ya, Adel!
0 komentar:
Posting Komentar